![]() |
Sampul buku Bandung di Persimpangan Kiri Jalan menyandingkan Bupati Bandung R. A. A. Wiranatakusumah dengan Tan Malaka. (Foto repro: Hernadi Tanzil) |
Sebuah Prolog
Saya tidak akan menyajikan spoiler tentang buku ini di sini, saya hanya ingin bilang, “sejarah berulang!”. Bisa jadi benar dan agaknya memang benar, apa yang ditulis Hafidz dalam bukunya ini bukanlah kebetulan belaka, sebabnya adalah apa yang ditulis Hafidz mengenai gerakan kiri di Bandung tahun 20-an memiliki kemiripan situasi dengan Bandung hari ini.
Tentu saja saya tidak akan berpura-pura tidak berpihak pada salah satu tendensi politik yang dituturkan Hafidz dalam buku ini, dengan alasan rasionalitas pengamat. Sebab bagi saya masing-masing tendensi politik memiliki rasionalisasinya sendiri-sendiri.
Sebagai salah seorang yang menyambut gembira situasi Bandung
hari ini yang gerakan kirinya sedang bertumbuh dan bunganya bermekaran
dimatangkan situasi, buku yang ada di tangan anda ini seperti pengukuhan, bahwa
gerakan kiri di Bandung bukan sesuatu hal yang baru, dulu gerakan kiri pernah
hadir dan populer di Bandung jauh sebelum Aidit memimpin PKI, tepatnya di era
Semaun dan Tan Malaka sedang giat-giatnya menghidupkan PKI, basis-basis massanya
menerobos sampai ke pinggiran Bandung; sebut saja Citatah, Cicalengka dan
Rancaekek.
Hadirnya gerakan kiri tentu saja tidak tanpa sebab, situasilah yang menuntut kehadirannya. Maksud saya, gerakan kiri meski berkali-kali dipukul sampai binasa, tapi ia kerap muncul lagi dan lagi. Gerakan kiri pasca 65 dengan gerakan kiri sebelum 65 bisa dibilang tak berkaitan sama sekali baik secara legal maupun ilegal, begitu pula dengan gerakan kiri tahun 90-an dengan gerakan kiri pasca reformasi.
Dengan kata lain sejarah gerakan kiri adalah sejarah hancur lebur-bangkit kembali. Gerakan kiri di satu masa belum tentu kelanjutan dari gerakan kiri yang ada sebelumnya, diskontinuitaslah yang mencirikan sejarah gerakan kiri. Oleh karena itu melihat gerakan kiri tidak bisa tidak mesti melihat situasi ekonomi politik baik global, nasional maupun lokal. Sebab situasi itulah benang merahnya, yang merajut kehadiran gerakan kiri dari waktu ke waktu.
Sampai hari ini corak produksi yang dominan baik di tingkat global maupun lokal masih tetap sama yaitu kapitalisme. Kapitalisme adalah corak produksi yang ingin segera dilampaui oleh sebagian manusia di dunia ini sebab disinyalir corak produksi ini pangkal kemalangan yang menimpa umat manusia. Kapitalisme yang bertumpu pada kepemilikan pribadi terhadap sarana produksi disinyalir sebagai sumber kemalangan.
Kemalangan itu misalnya marjinalisasi kaum tak bertanah (berupa penggusuran oleh pemerintah), pengkebirian hak-hak sipil-politik bangsa Papua, seksisme terhadap kaum perempuan, politik upah murah dan pemberangusan serikat buruh dan lain sebagainya. Tak terkecuali di Bandung, berbagai kemalangan yang di sebut di atas hadir pula di Bandung, dan masalah pokoknya tetap sama dari dulu hingga sekarang yaitu masih dominannya corak produksi kapitalisme.
Tapi apakah mungkin melampaui kapitalisme yang telah menjelma menjadi formasi sosial (tidak sekedar corak produksi), menghegemoni lembaga-lembaga formal dan non formal (lembaga budaya), mendominasi struktur kognitif setiap orang? Kemungkinan tentu saja akan selalu ada meski presentasinya kecil. Lepas dari mungkin dan tidak mungkinnya hal itu, saya kira biarlah kalkulasi mengenai hal itu menjadi urusan ahli matematika. Toh faktanya di Bandung hari ini gerakan kiri sedang bertumbuh (lagi) seperti lumut di tembok besar kapitalisme.
Oleh karena selalu bertumbuh lagi dan lagi dari masa ke masa, tak heran jika ia selalu dianggap asing, begitu pun dengan literatur tentangnya. Saya kira kehadiran buku ini pun akan dianggap asing pula. “Bagaimana mungkin orang Bandung, terkhusus orang Sunda itu banyak yang berfaham komunis/merah? Bukankah orang Bandung itu agamis dan setiap orang komunis itu pasti ateis?”
Sebagi penutup dari tulisan pendek ini, saya ingin mengutif tulisan Soe Hok Gie dari bukunya yang berjudul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Hal. 281-282):
0 Komentar